Selasa, 24 November 2015

AKHLAK MEMBANGUN PRIBADI YANG ISLAMI



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Akhlak bukanlah sekedar sebuah wacana, melainkan merupakan amal nyata, bukan sekedar teori dan konsepsi, melainkan merupakan sebuah praktek dan amaliah permanen yang mendarah daging dalam sikap,perilaku,dan kehidupan sehari-hari.
Kata akhlak berasar dari kata al-akhlaqu(Bahasa Arab), bentuk jama’ dari kata al-khuluqu atau khuluqun,yang berarti tabi’at,kelakuan,perangai,tingkah laku,karakter,budi pekerti, dan adat kebiasaan.
Akhlak menyangkut masalah kehidupan yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan dan ukuran-ukuran benar atau salahnya suatu perbuatan. Perbuatan itu dapat berupa perbuatan lahir ataupun perbuatan batin, yang menyangkut diri pribadi atau yang berkaitan dengan orang lain dan alam. Akhlak juga berkaitan dengan ajaran bagaimana seharusnya manusia dapat bertindak dengan baik dan benar sehingga ia dapat mengukur ukuran moralitasnya (Rachmat Djatnika, 1987:25).
Akhlak menepati posisi yang sangat penting dalam islam. Pentingnya kedudukan akhlak, dapat dilihat dari berbagai sunah qauliyah (sunah dalam bentuk perkataan) Rasulullah. Diantaranya adalah, “ Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak” (Hadis Rawahu Ahmad).
Menurut KH Muh.Munawwar Affandi (2002,2004), memasuki islam secara kaffah adalah dengan mengislamkan ke-4 unsur manusia, yakni: raga,hati,roh, dan rasa. Pandangan ini sejalan dengan Al-Qusyairi (Juhaya S. Praja, 1990: 149-150) yang mengemukakan adanya tiga alat dalam tubuh manusia dalam hubungannya dengan allah yakni Qolb yang berfungsi untuk mengetahui sifat-sifat Allah, Ruh yang berfungsi untuk mencintai Allah, dan Sirr(rasa) yang berfungsi untuk melihat Allah.

1.2. Rumusan Masalah
     Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
a.       Apakah makna dari akhlak?
b.      Apakah Persoalan Baik dan Buruk dari akhlak?
c.       Apakah Pendidikan Akhlak untuk Mencapai Martabat Insan Kamil?
d.      Apakah Riyadhoh untuk Mencapai Martabat Insan Kamil?
e.       Apakah Prinsip-Prinsip Akhlak?



1.3. Tujuan
            Adapun tujuan makalah ini adalah untuk:
a.        Memahami makna akhlak
b.      Merujuk akhlak baik dan buruk hanya dari Allah dan RasulNya
c.       Mengetahui tujuan pendidikan akhlak untuk mencapai martabat insan kamil
d.      Mengetahui tahap-tahap riyadhoh untuk mencapai martabat insan kamil
e.       Mengetahui prinsip dari akhlak


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Landasan Teori

2.1.1 Makna Akhlak
Akhlak bukanlah sekedar sebuah wacana, melainkan merupakan amal nyata, bukan sekedar teori dan konsepsi, melainkan merupakan sebuah praktek dan amaliah permanen yang mendarah daging dalam sikap,perilaku,dan kehidupan sehari-hari.
Kata akhlak berasar dari kata al-akhlaqu(Bahasa Arab), bentuk jama’ dari kata al-khuluqu atau khuluqun,yang berarti tabi’at,kelakuan,perangai,tingkah laku,karakter,budi pekerti, dan adat kebiasaan. Dalam uraian dimuka telah disebut komponen (utama) agama islam: akidah,syari’ah dan akhlak. Penggolongan itu didasarkan pada penjelasan nabi muhammad kepada malaikat jibril didepan para sahabatnya mengenai arti iman,islam,dan ihsan yang ditanyakan jibril kepada beliau.
Perkataan akhlak dalam etimologis bersangkutan dengan cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal-usul kata serta perubahan-perubahan dalam bentuk dan makna, antara lain berarti budi pekerti atau ta’biat (Rachmat Djatnika, 1987:25). Kata akhlak digunakan Al-Quran untuk memuji ketinggian akhlak Rasulullah: Wa innaka la’alla khululukin ‘azhim =Seseungguhnya kamu mempunyai akhlak yang tinggi (Qs. 68/Al-Qalam:4). Kemudian dalam Qs.33/Al-Ahzab ayat 21 ditegaskan bahwa Rasulullah sebagai figur teladan: Laqod kana fi rasulillah uswatun hasanatun =Sungguh pribadi Rasulullah Itu merupakan suri tauladan bagi orang yang berkehendak kembali kepada allah, menyakini Hari Akhir, dan banyak berzikir.
Akhlak menyangkut masalah kehidupan yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan dan ukuran-ukuran benar atau salahnya suatu perbuatan. Perbuatan itu dapat berupa perbuatan lahir ataupun perbuatan batin, yang menyangkut diri pribadi atau yang berkaitan dengan orang lain dan alam. Akhlak juga berkaitan dengan ajaran bagaimana seharusnya manusia dapat bertindak dengan baik dan benar sehingga ia dapat mengukur ukuran moralitasnya. Sehingga dengan begitu ia dapat dikatakan manusia yang bermoral atau tidak, berdasarkan kepada kaidah-kaidah moral yang telah ditetapkan oleh Islam.
2.1.2 Persoalan Baik dan Buruk
Apakah term baik-buruk dan benar-salah bersifat obyektif ataukah subyektif, absolut ataukah relatif, dan universal atau persial? Bisakah manusia mengetahui persoalan baik-buruk dan benar-salah atau hanya allah yang mengetahuinya.
           
            Dalam alquran ditegaskan bahwa manusia tidak bisa menentukan baik-buruk dan benar-salah:
Ùƒُتِبَ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ُ الْÙ‚ِتَالُ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ ÙƒُرْÙ‡ٌ Ù„َّÙƒُÙ…ْ ÙˆَعَسَÙ‰ Ø£َÙ† تَÙƒْرَÙ‡ُواْ Ø´َÙŠْئاً ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ø®َÙŠْرٌ Ù„َّÙƒُÙ…ْ ÙˆَعَسَÙ‰ Ø£َÙ† تُØ­ِبُّواْ Ø´َÙŠْئاً
ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ø´َرٌّ Ù„َّÙƒُÙ…ْ ÙˆَاللّÙ‡ُ ÙŠَعْÙ„َÙ…ُ ÙˆَØ£َنتُÙ…ْ لاَ تَعْÙ„َÙ…ُونَ (البقرة: 216)
"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu me-nyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu  tidak mengetahui." (Al-Baqarah: 216)                          
Dalam (QS. Al-Baqarah 2 : 216), kita tidak bisa mendeskripsi-kannya. Shalat khusyu’ dan sahun itu harus dideskripsikan oleh allah. Sebab utamanya, ayat Al-Quran itu terdiri atas ayat-ayat yang muhkamat (maknanya perintah-perintah dan larangan-larangan Al-Quran) dan mutasyabihat (samar-samar). Akhlak islami, seperti yang telah dikemukakan diatas adalah keadaan yang melekat pada jiwa manusia. Karena itu suatu perbuatan baru dapat diseebut pencerminan akhlak, jika memenuhi beberapa syarat. Syarat itu antara lain:
1.      Dilakukan berulang-ulang.
2.      Timbul dengan sendirinya
Akhlak menepati posisi yang sangat penting dalam islam. Pentingnya kedudukan akhlak, dapat dilihat dari berbagai sunah qauliyah (sunah dalam bentuk perkataan) Rasulullah. Diantaranya adalah, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak” (Hadis Rawahu Ahmad).


Hakekat beragama sebenarnya adalah mentaati allah. Tapi karna allah itu Al-Ghaib (tidak menampakkan diriNya dimuka bumi dan tidak mungkin mengajari secara langsung kepada setiap manusia) maka allah lalu mengangkat wakilNya, yakni Rasulullah. Akhlak adalah sikap yang melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia. Karena itu, selain dengan akidah, akhlak tidak dapat diceraipisahkan dengan syari’ah. Syari’ah mempunyai lima kategori penilaian tentang perbuatan dan tiingkah laku manusia, disebut al-ahkam al-khamsah seperti yang telah diuraikan dimuka. Kategori penilaian itu tidak hanya wajib dan haram, tetapi juga sunnat, makruh, dan mubah atau ja’iz. Wajib dan haram, termasuk dalam kategori hukum duniawi terutama, sedangkan sunnat,makruh dan mubah termasuk dalam kategori kesusilaan atau akhlak. Dalam garis besarnya, seperti telah disebut diatas, akhlak dibagi dua. Pertama adalah akhlak terhadap Allah atau Khalik (Pencipta), dan kedua adalah akhlak terhadap makhluk (semua ciptaan Allah).
Ayat-ayat Al-Quran berikut menyebutkan iblis dan syetan sangat aktif membisikkan pandangan sesatnya kepada manusia:
Pertama, iblis bersumpah akan menciptakan pandangan yang baik kepada manusia, padahal buruk (karena tidak sejalan dengan kehendak allah):
"Iblis berkata: 'Ya Rabb-ku, oleh sebab Engkau telah memutuskan, bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, "kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka'."(QS. Al-Hijr 15: 39-40)
Ayat ini menjelaskan bahwa iblis selalu menciptakan pandangan yang baik pada manusia,padahal menurut allah buruk. Maksudnya, iblis selalu menggoda manusia sehingga manusia merasa beriman, merasa saleh, merasa taat beragama, merasa berakhlak mulia, dan perasaan-perasaan lainnya. Padahal menurut Allah adalah tidaklah beriman, beragama yang salah, dan berakhlak buruk. Hanya orang yang sudah mencapai tingkatan IKHLAS saja yang tidak tergoda oleh iblis. Orang ikhlas adalah manusia yang  sudah mencapai martabat tinggi disisi Allah, diatas orang yang bertakwa,sedangkan orang yang bertakwa diatas orang yang beriman. Orang yang ikhlas hanyalah sebagian kecil dari orang-orang yang bertakwa,sedangkan orang yang bertakwa sebagian kecil dari orang-orang yang beriman. Artinya, orang yang tidak dapat terpengaruh oleh iblis itu sangat sedikit.
Kedua, syetan (dari bangsa jin dan bangsa manusia) selalu membisik-bisikan pandangan sesatnya kepada setiap manusia, yang dirasakan oleh manusia sebagai pandangan yang baik. Sedangkan syetan itu merupakan musuh yang nyata (bukan musuh yang samar-samar) bagi manusia.
Perintah masuk kedalam islam secara ‘keseluruhan’nya ditunjukan kepada orang-orang yang telah menyatakan dirinya beriman (telah beragama islam). Artinya, orang yang sudah menyatakan beragama islam harus masuk kedalam islam keseluruhannya,tidak sebagian-sebagian.

Ketiga, manusia selain memiliki musuh yang eksternal (iblis beserta bala tentaranya syetan-jin dan syetan-manusia) juga memiliki musuh internal, yakni nafsu yang selalu mendorong untuk melakukan perbuatan buruk,tapi sebagaimana iblis merasakannya sebagai sesuatu yang baik. Al-Quran menegaskan bahwa nafsu selalu mendorong kepada perbuatan yang buruk, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh tuhan.

Keempat, akibatnya sangat mengerikan. Karena memiliki keimanan yang keliru, maka kebanyakan manusia sangat menyesal pada saat kematiannya.









 2.1.3 Pendidikan Akhlak untuk Mencapai Martabat Insan Kamil
Pendidikan akhlak tidak bisa dipisah dari pendidikan manusia seutuhnya. Pendidikan akhlak justru diarahkan untuk mencapai manusia seutuhnya, atau dalam islam,untuk mencapai martabat insan kamil (manusia sempurna). Insan kamil adalah hamba allah yang mengamalkan islam kaffah. Menurut KH Muh.Munawwar Affandi (2002,2004), memasuki islam secara kaffah adalah dengan mengislamkan ke-4 unsur manusia, yakni: raga,hati,roh, dan rasa. Pandangan ini sejalan dengan Al-Qusyairi (Juhaya S. Praja, 1990: 149-150) yang mengemukakan adanya tiga alat dalam tubuh manusia dalam hubungannya dengan allah yakni Qolb yang berfungsi untuk mengetahui sifat-sifat Allah, Ruh yang berfungsi untuk mencintai Allah, dan Sirr(rasa) yang berfungsi untuk melihat Allah. Demikian juga Sufi Jawa, Pangeran Mangkunegoro IV (1811-1881 M), secara tersirat mengemukakan adanya empat unsur manusia ketika menjelaskan tentang sembah (ibadah), yakni:sembah raga(ibadah raga), sembah cipta(ibadah hati), sembah jiwa (ibadah roh), dan sembah rasa(ibadah rasa).(Muhammad Ardani, 1995).
Dengan adanya pengajaran akhlak, manusia dapat dibersihkan jiwanya, ditingkatkan derajat moral kemanusiaanya, dan dijauhkan dari dorongan-dorongan dan kecenderungan-kecenderungan untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan dirinya, maupun merugikan orang lain.
Akhlak merupakan misi inti dari setiap diutusnnya rasul ditengah-tengah suatu umat. Rasul dan Nabi bertugas untuk mengingatkan manusia tentang akibat buruk yang akan menimpa, jika seandainya manusia tetap melakukan tindakan yang tidak terpuji yang cenderung bertujuan untuk memuaskan nafsu mereka saja. Oleh karena itu, Nabi dan Rasul pilihan Allah, semuanya memilki akhlak yang terpuji dan moralitas yang tinggi.
Uraian keempat unsur manusia sebagai berikut:
a.       Pertama, jasad. Keberadaannya didunia dibatasi dengan umur. Wujud nafsu manusia tidak lain adalah wujud jasad ini sebagai ujian, maka oleh Allah diberi hati (yakni Hati Sanubari) yang wataknya persis seperti iblis.
b.      Kedua, hati nurani. Letaknya tepat di tengah-tengah dada. Tandanya deg-deg. Disebut juga dengan hati jantung. Hatinurani dijadikan Allah dari cahaya, wataknya seperti malaikatNya Allah yang rela sujud(patuh dan tunduk) kepada wakilNya Allah di bumi.
c.       Ketiga Roh, ada tujuh berlapis-lapis. Letaknya didalam hati nurani. Roh adalah daya dan kekuatan tuhan yang dimasukkan kedalam jasad manusia, lalu menandai dengan keluar-masuknya nafas, menjadi hidup seperti kita didunia sekarang ini.
d.      Keempat, Sirr (rasa). Letaknya Ditengah-tengah roh yang paling halus (paling dalam). Rasa inilah yang kembali ke akhirat. Rasa adalah jati diri manusia.

Untuk mencapai martabat insan kamil (hamba Allah yang dipanggil ke surgaNya) maka manusia yang telah berwujud jiwa-raga haruslah mengalami proses taroqi (menaik) menuju Tuhan dengan menundukan nafsu dan syahwat sekurang-kurangnya telah mencapai tangga nafsu muthmainnah, sebagaimana fimanNya:



"Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Rabb-mu, dengan hati yang puas, lagi diredhai-Nya, Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr 89 : 27-30)
Ayat ini dengan jelas menegaskan bahwa nafsu muthmainnah merupakan titik berangkat untuk kembali kepada tuhan. Tapi dengan modal nafsu muthmainnah pun masih diperintah lagi oleh Allah untuk menaiki tangga nafsu diatasnya: rodhiyah,maradhiyah, hingga kamilah. Setelah itu Allah sendiri yang akan menariknya (melalui fadhl dan rahmatNya) untuk mencapai martabat Insan Kamil.
Ulama Sufi, antara lain imam Ghazali (1989), menjelaskan 7 macam nafsu sebagai proses taroqi(menaik) manusia menuju Tuhan, Yakni:
a.       Nafsu Amarah, dengan ciri-ciri: Sombong,iri-dengki,dendam,nuruti nafsu,serakah, dan lain-lain.
b.      Nafsu Lawwamah, dengan ciri-ciri: Enggan, cuek, senang memuji diri,pamer,dusta, dan lain-lain.
c.       Nafsu Mulhimah, dengan ciri-ciri: Suka memberi,sederhana,menerima apa adanya,belas kasih, dan lain-lain.
d.      Nafsu Muthmainnah, dengan ciri-ciri: senang beribadah, senang sodaqoh,mensyukuri nikmat dengan memperbanyak amal, dan lain-lain.
e.       Nafsu Rodhiyah, dengan ciri-ciri: Pribadi yang mulia, zuhud, ikhlas,menepati janji, dan lain-lain.
f.       Nafsu Mardhiyah, dengan ciri-ciri: bagusnya budi pekerti, berrsih dari segala dosa makhluk,dan lain-lain.
g.      Nafsu Kamilah, dengan ciri-ciri: Ilmul-yaqin, ainul-yaqin, dan haqqul-yaqin.
Untuk mencapai martabat insan kamil, maka nafsu kita seharusnya berada di level-7 (nafsu kamilah), tapi jangan diaku. Jangan diaku punya ‘ilmul-yaqin,’ainul yaqin, dan haqqul-yaqin. Kalau diaku tetap saja nafsu yang dalam Qs. 12/Yusuf ayat 53 disebutkan sebagai : innan nafsa la-ammarotun bis-su-i (karena sesungguhnya nafsu itu menyuruh pada kejahatan). Artinya, nafsu kamilah sekalipun akan dinilai tuhan sebagai nafsu yang buruk(yang bisa menghantarkannya ke neraka). Kecuali nafsu yang di rahmati Tuhan yaitu nafsu yang bagus-bagus (mulhimah, muthmainnah, radhiyah,mardhiyah dan kamilah) sebagai proses taroqi (menaik) karena ketaatannya kepada allah dan rasulNya, bukan yang di-‘aku’ sebagai prestasi mujahadah,riyadhoh, dan riyalat-nya.


2.1.4   Riyadhoh untuk Mencapai Martabat Insan Kamil
Upaya untuk mencapai martabat insan kamil hanyalah melalui riyadhoh(berlati teru menerus) menundukan nafsu dan syahwat.
Ada 7 karakter ‘inti’ (sebagai dasar beragama) yang perlu dipersonalisasikan melalui riyadhoh, yakni:
a.      Taubat. Orang yang berada tahap ini selalu menuduh kepada dirinya sendiri bahwa dirinya orang yang paling banyak berbuat dosa,paling banyak sendiri salah dan banyak kekurangannya, paling apes, dan lain sebagainya. Rasa hati disini adalah tawadhu, handap asor,wira’i, dan sekaligus menjaga akhlaqul-karimah.
b.      Zuhud. Orang yang berada tahap ini mempunyai kepedulian yang tinggi memajukan lingkungannya (masyarakatnya dan bangsanya) tanpa pamrih.
c.       Qona’ah. Bukan hanya menerima pemberian dari Tuhan dengan senang hati seberapa pun besarnya. Maksud qona’ah disini adalah seseorang yang kuat tekad dalam membuktikan niatnnya mendekatkan diri kepada Allah sehingga sampai dengan selamat bertemu denganNya.
d.      Tawakkal ‘alallah. Orang yang bertawakal akan menyerahkan segala urusannya kepada Allah,sehingga pikirannya tidak difungsikan lagi.
e.       Uzlah. Yakni menyendiri di tengah-tengah kalangan. Maksudnya kalangan masing-masing mereka berusaha keras untuk maju ke profesional dalam menyiapkan diri sebagai SDM yang bermanfaat bagi kemajuan lingkungannya.
f.       Mulazimatu Dzikr (melanggengkan zikir). Maksudnya mengeluarkan dari dalam hati ingatan kepada apa saja selain diriNya Ilahi Yang Al-Ghaib.
g.      Sabar. Yakni selalu dengan sadar dan rela memaksa jiwa-raganya sendiri hingga mau melaksanakan perintah Allah dan RasulNya.

Secara operasional, ke-7 karakter inti itu harus ditanamkan secara bertahap dan berurutan sebagai berikut:
a.       Menanamkan taubat
b.      Tetap dalam kondisi taubat lalu berusaha Zuhud
c.       Menanamkan karakter qona’ah
d.      Menanamkan karakter tawakkal ‘alallah
e.       Menanamkan karakter Uzlah
f.       Menanamkan karakter Mulazimatu dzikr
g.      Menanamkan karakter Sabar

Dengan tertanamnya 7 karakter ‘inti’ maka otomatis segala karakter yang baik-baik akan tertanam pula. Bersamaan 4 karakter ‘inti’ yang buruk yaitu, takabur,sum’ah,ujub,riya.




2.1.5    Prinsip-Prinsip Akhlak
Pendidikan akhlak tidak bisa dipisahkan dari pendidikan manusia seutuhnya. Pendidikan akhlak justru ditujukkan untuk membentuk manusia yang seutuhnya atau dalam Islam disebut sebagai Insan Kamil (manusia yang sempurna). Insan Kamil adalah hamba Allah yang mengamalkan Islam secara kaffah dalam hidupnya, yakni mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

a.       Prinsip-Prinsip Akhlak Dalam Islam
Prinsip pokok keunggulan akhlak islam dibandingkan yang lainnya adalah terletak pada hal-hal berikut:
1.      Moral Force
Moral force akhlak islam adalah terletak pada iman sebagai internal power yang dimiliki oleh setiap orang mukmin yang berfungsi sebagai motor penggerak dan motivasi terbentuknya kehendak untuk direfleksikan dalam tata rasa, tata karsa, tata cipta dan tata karya yang konkret.

2.      Landasan pijakannya adalah : Iman, Islam, Ihsan.
a.       Iman:
Istilah iman adalah berasar dari bahasa arab, yaitu bentuk masdar dari kata kerjanya.
Iman dapat dipahami sebagai sebuah keyakinan yang mendasari sikap, tidakan dalam perbuatan seorang mukmin, sehingga iman itu dapat dijadikan sebagai tolak ukur kualitas pribadi seseorang. Oleh karna itu, kualitas iman dapat di bagi tiga:
·         Iman yang dinamis adalah iman yang peka dan responsif terhadap berbagai kasus moral
·         Iman yang conditional adalah iman yang tidak stabil atau disebut iman yang pluktuatif
·         Iman yang pasif, yaitu iman yang sangat lemah dalam merespons berbagai kasus akhlak.



b.      Islam:
Secara etimologi kata islam dalam bahasa Arab diambil dari bentuk masdar yang kata kerja (fi’ilnya).
Islam ialah tunduk dan taat, yakni tunduk dan taat kepada perintah allah dan kepada larangannya.
c.       Ihsan:
Istilah ihsan adalah berbuat baik atau perbuatan baik. Rasulullah menyatakan sabdanya bahwa ihsan ialah:
“Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, tetapi jika engkau tidak melihat-Nya yakinlah bahwa dia selalu melihat engkau”
Jadi sesungguhnya ihsan itu merupakan refleksi sikap dan keyakinan seseorang yang telah islam dan beriman. Jadi disimpulkan ihsan adalah titik kulminasi dari sharing antara iman dengan ikhsan.

3.      Disiplin Moral
Siapa berbuat, dia yang bertanggung jawab. Prinsip akhlak islam siapa berbuat baik sekecil apapun, maka dia akan menikmati hasilnya, sebaliknya sekecil apa pun kejahatan yang dilakukan , dia pulalah yang mempertanggung jawabkan  perbuatannya

4.      Akhlak Terhadap Alam  (Makhluk Lain)
Di alam ini banyak sekali makhluk atau hewan yang diciptakan Allah untuk kepentingan dan kesejahteraan manusia. Jika kita kaji ajaran ihsan dalam islam, moralitas yang dikehendaki bukan hanya terbatas pada bangsa manusia saja, melainkan juga kepada hewan-hewan yang berkeliaran disekeliling kita.




5.      Akhlak terhadap sesama
a.       Akhlak suami dan istri
·         Menggauli istri dengan sopan
·         Memberikan nafkah batin
·         Mencukupi nafkah lahir
·         Pandai menyimpan rahasia sang istri

b.      Akhlak kepada orang tuanya
·         Patuh
·         Ihsan
·         Berkata halus dan mulia kepada ayah dan ibu

c.       Akhlak individu dan masyarakat
Orang yang berakhlak karena ketakwaan kepada tuhan semata-mata, maka dapat menghasilkan kebahagiaan antara lain:
·         Mendapat tempat yang baik di masyarakat
·         Akan disenangi orang dalam pergaulan
·         Akan terpelihara dari hukuman
·         Mendapat pertolongan
·         Mendapat perlindungan dari segala penderitaan dan kesukaran

d.      Agama (hidayah diniyah)
Unsur-unsur agama berdasarkan pengertian agama menurut para ahli teologi islam sesuai dengan hadis jibril yang mengajar nabi tentang agama, adalah:
·         Iman, akidah, tauhid
·         Islam, ibadah, amal saleh
·         Ihsan, tata cara ibadah



BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dengan adanya pengajaran akhlak, manusia dapat dibersihkan jiwanya, ditingkatkan derajat moral kemanusiaanya, dan dijauhkan dari dorongan-dorongan dan kecenderungan-kecenderungan untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan dirinya, maupun merugikan orang lain.
Pendidikan akhlak tidak bisa dipisah dari pendidikan manusia seutuhnya. Pendidikan akhlak justru diarahkan untuk mencapai manusia seutuhnya, atau dalam islam,untuk mencapai martabat insan kamil (manusia sempurna).

3.2  Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, Dengan Akhlak yang menyangkut masalah kehidupan yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan dan ukuran-ukuran benar atau salahnya suatu perbuatan. Perbuatan itu dapat berupa perbuatan lahir ataupun perbuatan batin, yang menyangkut diri pribadi atau yang berkaitan dengan orang lain dan alam. Sehingga dengan begitu kita dapat dikatakan manusia yang bermoral atau tidak, berdasarkan kepada kaidah-kaidah moral yang telah ditetapkan oleh Islam.










DAFTAR PUSTAKA


Miskawaih, Ibn (1994). Menuju Kesempurnaan Akhlak: Buka Daras Pertama tentang Filsafat Etika. Terjemahan. Bandung: Mizan.
Amin, Ahmad, Etika (Ilmu Akhlak), diterjemahkan oleh K.H. Farid Ma’ruf. Jakarta: Bulan Bintang, 1988, cet. Ke-5.
Djatnika, Rachmat, Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia), Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996, cet. Ke-2.
Ali,H.A.Mukti: Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam, Bandung: Mizan,1990.





0 komentar:

Posting Komentar